Cacat Administrasi Berkas TPPU Sulfikar, ACC Sulawesi Kritik Penyidik Polda Sulsel
- account_circle Sorotan Rakyat
- calendar_month Kam, 16 Okt 2025
- visibility 71
- comment 0 komentar

Makassar — Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan mengembalikan berkas perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) atas nama Sulfikar ke penyidik Ditreskrimum Polda Sulsel. Jaksa menemukan cacat administrasi yang dinilai melanggar ketentuan hukum acara pidana. Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi, mengatakan berkas tidak dapat diproses karena tanggal dokumen lebih awal dari penerbitan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
SPDP diterbitkan 7 Oktober 2025, sedangkan berkas tercatat 2 Oktober 2025. “Seharusnya SPDP dulu dikirim baru berkas perkara. Karena tidak sesuai ketentuan hukum acara, kami kembalikan untuk diperbaiki,” ujar Soetarmi di Kantor Kejati Sulsel, Rabu, 15 Oktober 2025.
Kesalahan prosedural itu menjadi sorotan Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi. Ketua Badan Pekerja ACC Sulawesi, Kadir Wokanubun, menilai pengembalian berkas bukan sekadar koreksi teknis, melainkan bentuk nyata lemahnya standar penyidikan. “Ini bukan kekeliruan administratif biasa. KUHAP sudah mengatur SPDP lebih dulu sebelum berkas dilimpahkan. Kalau urutannya terbalik, itu cacat formil yang bisa merusak proses hukum sejak awal,” tegas Kadir.
Ia menyebut penyidik Polda Sulsel tidak belajar dari perkara Hamsul HS, rekan Sulfikar dalam pidana asal penggelapan. Dalam kasus TPPU yang sama, penetapan tersangka Hamsul digugurkan hakim praperadilan karena cacat formil. Putusan Nomor 36/Pid.Pra/2025/PN Mks menyatakan penetapannya tidak sah dan memerintahkan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
“Kasus Hamsul itu sudah jadi peringatan. Tapi kesalahan yang mestinya dicegah justru terulang pada berkas Sulfikar. Ini menunjukkan masalah sistemik di tubuh penyidik,” kata Kadir.
Kasus Sulfikar dan Hamsul bermula dari laporan seorang pelapor, Jimmi, terkait dugaan penggelapan dana kerja sama bisnis. Keduanya diproses secara pidana dan divonis bersalah melalui putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 582/Pid.B/2022/PN Mks pada 27 Juli 2022.
Putusan dikuatkan di tingkat banding, lalu diperbaiki Mahkamah Agung menjadi tiga tahun enam bulan penjara melalui putusan Nomor 191 K/Pid/2023 tertanggal 13 Februari 2023. Vonis itu menjadi dasar lahirnya penyidikan TPPU karena dana hasil kejahatan diduga dialihkan dan disamarkan melalui sejumlah transaksi.
Berbeda dengan Hamsul yang lolos dari jeratan TPPU akibat cacat administrasi, Sulfikar masih berstatus tersangka. Berkasnya kini kembali berada di tangan penyidik untuk diperbaiki dan dilimpahkan ulang. ACC menilai kelalaian administratif seperti ini bisa mencederai kepercayaan publik terhadap penegakan hukum.
“Kalau hal-hal mendasar seperti SPDP saja tidak ditaati, bagaimana publik percaya bahwa penanganan pencucian uang dilakukan serius? Jangan sampai perkara serius runtuh karena prosedur yang diabaikan,” ujar Kadir.
ACC mendesak evaluasi etik dan struktural di level penyidik. Menurut Kadir, fakta dua kasus ini menunjukkan disiplin hukum acara belum menjadi kesadaran institusional. “Kalau administrasi terus bermasalah, yang hilang bukan hanya berkas tapi legitimasi penegakan hukum. Aparat jangan berlindung di balik jargon due process of law tanpa memastikan prosedurnya benar sejak awal,” tandasnya.
- Penulis: Sorotan Rakyat

Saat ini belum ada komentar