Janji Pelimpahan Tak Terpenuhi, Berkas TPPU Sulfikar Belum Sampai ke Kejati Sulsel
- account_circle Sorotan Rakyat
- calendar_month Sel, 7 Okt 2025
- visibility 90
- comment 0 komentar

Makassar — Janji pelimpahan berkas perkara dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) tersangka Sulfikar dari Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sulawesi Selatan belum juga terealisasi. Hingga Selasa, 7 Oktober 2025, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) memastikan belum menerima satu pun dokumen tahap pertama (berkas penyidikan) dari penyidik Polda.
“Tim Jaksa Penuntut Umum menyampaikan bahwa sampai hari ini belum ada pelimpahan berkas perkara tersangka Sulfikar dari penyidik Ditreskrimum Polda Sulsel,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi, di kantornya, Selasa (7/10/2025).
Padahal, dua hari sebelumnya penyidik Kasubdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Sulsel, Kompol Zaki, memastikan berkas TPPU tersebut akan diserahkan ke kejaksaan pada Senin, 6 Oktober 2025.
“Insya Allah Senin sudah kami limpahkan. Semua barang bukti aliran dana sudah disita,” ujar Zaki kepada wartawan, Sabtu (4/10/2025).
Namun hingga batas waktu yang dijanjikan, pelimpahan tahap pertama urung dilakukan. Pihak Kejati kini menunggu pengiriman resmi berkas untuk dilakukan penelitian sebagaimana diatur dalam Pasal 110 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Sesuai Pasal 110 ayat (2) KUHAP, setelah menerima berkas perkara dari penyidik, jaksa memiliki waktu tujuh hari untuk meneliti kelengkapan formil dan materiil penyidikan. Jika dinilai belum lengkap (P-18), berkas dikembalikan dengan petunjuk perbaikan (P-19). Namun bila lengkap (P-21), penyidik wajib menyerahkan tersangka dan barang bukti untuk proses penuntutan di pengadilan.
Kewenangan penelitian ini juga ditegaskan dalam Pasal 14 huruf b Undang-Undang Kejaksaan, yang menempatkan jaksa sebagai pengendali perkara (dominus litis) agar proses pidana berjalan sesuai asas due process of law.
Jejak Hukum Sulfikar: Dari Penggelapan ke Pencucian Uang
Nama Sulfikar sebelumnya mencuat dalam perkara penggelapan dana bersama rekannya, Hamsul HS. Dalam putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 582/Pid.B/2022/PN Mks tanggal 27 Juli 2022, keduanya dinyatakan bersalah. Hukuman tersebut kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Makassar melalui putusan Nomor 510/PID/2022/PT Mks.
Pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung memperberat hukuman Sulfikar menjadi 3 tahun 6 bulan penjara lewat putusan Nomor 191 K/PID/2023 tanggal 13 Februari 2023. Putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht) ini menjadi dasar bagi penyidik membuka penyidikan baru atas dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dengan menelusuri aliran dana hasil kejahatan penggelapan tersebut.
Sementara rekannya, Hamsul HS, sempat ditetapkan sebagai tersangka TPPU melalui Surat Ketetapan Nomor S.Tap/118/VIII/RES.1.24/2025/Ditreskrimum tertanggal 25 Agustus 2025. Namun status hukum itu dibatalkan Pengadilan Negeri Makassar lewat putusan praperadilan Nomor 36/Pid.Pra/2025/PN Mks pada 30 September 2025. Hakim menyatakan penetapan tersangka Hamsul tidak sah secara formil dan memerintahkan penghentian penyidikan (SP3).
Kendati demikian, Kompol Zaki menegaskan seluruh barang bukti transaksi dan jejak aliran dana masih utuh.
“Bukti aliran dana ada semua. Nanti jaksa yang menilai kelengkapan dan relevansinya. Kami tetap optimistis,” ujarnya.
Praperadilan Hanya Koreksi Formil, Substansi Pidana Tetap Berlaku
Akademisi hukum pidana dari Universitas Kristen Indonesia Paulus (UKI Paulus) Makassar, Jermias Rarsina, menilai putusan praperadilan yang membatalkan status tersangka Hamsul tidak otomatis menggugurkan substansi penyidikan TPPU.
“Praperadilan hanya menguji aspek prosedural, bukan materi perkara. Jadi meskipun penetapan tersangka dibatalkan, dugaan pencucian uang tetap bisa dilanjutkan,” kata Jermias saat dihubungi, Selasa (30/9/2025).
Menurutnya, penyidikan TPPU berdiri di atas tindak pidana asal (predicate crime) yang sudah berkekuatan hukum tetap, sehingga unsur pidananya sudah terpenuhi.
“Substansi pidananya tetap berdiri karena uang hasil kejahatan telah nyata. Yang diuji hakim hanya formilitas penetapan, bukan fakta pidananya,” ujar Jermias.
Ia menambahkan, putusan praperadilan justru seharusnya menjadi bahan koreksi bagi penyidik untuk memperbaiki administrasi dan tidak mengulangi kekeliruan formil di kemudian hari.
“Kalau alat bukti sudah sah dan relevan, penetapan tersangka bisa dilakukan kembali tanpa melanggar hukum acara,” tegasnya.
Menunggu Langkah Lanjut
Dengan belum diterimanya berkas perkara TPPU Sulfikar, bola kini berada di tangan penyidik Polda Sulsel. Kejati masih menunggu pelimpahan resmi untuk memulai penelitian berkas.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut penelusuran aliran dana hasil kejahatan yang diduga melibatkan pihak lain di luar dua terpidana utama.
Publik kini menanti apakah penyidik dan jaksa akan segera menuntaskan polemik ini—antara keterlambatan administrasi atau ada hal lain yang menahan laju pengungkapan kasus pencucian uang tersebut. (Tim)
- Penulis: Sorotan Rakyat

Saat ini belum ada komentar